Udah hampir sebulan gue ga nulis, sekarang mau iseng-iseng aja nulis lagi mumpung belum ngerti harus nulis apa di source code tugas Pemrograman Berorientasi Objek gue. Udah banyak referensi untuk tugas itu sih, tapi begitu ngeliat source code punya orang, kepala malah pusing sendiri. Sejauh semester 3 ini, source code buatan gue asli cuma ada 1 yang berhasil. Okelah gue mungkin emang ga bakat ngoding, tapi dikit dikit masih bisa lah. Gue bisa buat nentuin algoritmanya, cuma nulis source code-nya aja gue ga mahir.
Hidup dimulai lagi di Surabaya. Sejauh ini, dari gue touchdown lagi ke Surabaya sekitar Agustus kemarin, gue belum pernah merasakan hujan di Surabaya. Terik banget, dan ngebuat tenggorokan kering. Salah satu musuh terbesar gue adalah panas. Tapi ya untungnya, panasnya Surabaya hanya sebatas hawa panas aja, engga ditambah asap knalpot dari Metro Mini atau angkot D 09 jurusan Gintung. Saat cuma ada motor aja buat lo kemana-mana di Surabaya, mendung adalah cuaca yang sangat diinginkan. Panas masih lebih baik dibanding hujan, karena pas hujan, cuma ada 2 pilihan. Stay dikostan, atau masuk kuliah basah-basahan dan ga pake sepatu didalam kelas. Gue prefer pilihan 1, lebih baik cabut sekali daripada nerobos hujan, malah ujung-ujungnya sakit dan ga bisa kuliah.
Pernah dulu pas gue semester 1, ke kampus masih dengan celana bahan dan kemeja yang dimasukkan, hujan turun pagi-pagi. Pagi-pagi sekali. Mungkin dari jam 4 hujan itu sudah turun, dan gue adalah kuliah jam 7 pagi. Waktu itu adalah hari Jum'at, jadwal kuliah Aljabar Linier dan yang gue bingung, hujan selalu turun di Jum'at pagi. Karena niatnya udah kuliah, mau ga mau ya harus kuliah. Rada males juga sebenarnya karena gue ga ada jas hujan. Maka dengan jaket seadanya, celana bahan dan sepatu yang rapi gue berangkatlah kuliah menorobos hujan. Sampai kampus, kondisi gue udah kayak korban banjir, basah kuyup. Begitu jyga dengan temen-teman sekelas gue yang dateng setelah gue. Masuk kelas, naruh tas, buka sepatu, copot kaos kaki, meres kaos kaki, jemur kaos kaki. Sebenernya gue berharap dosennya ga dateng, tapi ternyata sang dosen datang dengan mobil merahnya itu. Ah enak sekali dia, bisa bebas dari hujan, sedangkan para mahasiswanya harus basah kuyup begini.
Maka dihari itu, kita belajar Aljabar Linier di kelas IF-103, dengan bau kaki yang menyebar kemana-mana karena rata-rata isi kelas tidak memakai sepatu.
Gue selalu salut dengan orang yang pergi ke kantor disaat hujan dengan mengendarai motor. Dia rela basah-basahan demi mencari nafkah, demi anak-istrinya. Ga pernah berfikir untuk berhenti meneduh, karena takut dengan atasan yang galak dan akan marah-marah kalau dia telat. Yang dipikirkannya mungkin hanya bagaimana dia bisa hidup selanjutnya, menyekolahkan anaknya, memberi makan istrinya. Ga pernah terlintas perasaan takut akan sakit.
Mungkin, yang menjadi obatnya hanyalah senyuman dari sang anak dan istri ketika dia pulang berkerja. Tidak lebih.