Mungkin akhir-akhir ini kita sering mendengar acara-acara berita di semua stasiun TV di Indonesia memberitakan tentang naiknya performa Tim Nasional kita. Atau bahkan sampai infotainment, yang sekarang tidak dihiasi cerita-cerita tentang artis layar kaca, melainkan digantikan dengan cerita para bintang lapangan hijau seperti Irfan Bachdim, Christian Gonzales ataupun Firman Utina. Menceritakan berbagai hal tentang mereka, mulai dari kehidupan di lapangan, cerita masa lalu, sampai kehidupan pribadinya mereka. Mungkin hal ini yang membuat para pemain Tim Nasional kita merasa sedikit hebat sekarang.
Tapi kenyataannya, 3-0, itu hasil yang di dapat dari final leg pertama di Malaysia. Banyak orang bilang mungkin 3-0 untuk Indonesia, atau bahkan 5-1 seperti yang terjadi di babak grup. Tapi yang tadi terjadi, Tim Nasional Indonesia bagaikan tidak mempunyai jati diri, ciri khas permainan, dan kenyamanan bermain. Mungkin hal ini akibat laser yang terus menerus diarahkan kewajah Markus Horison atau Firman Utina. Tapi menurut gue, hal ini akibat menganggap remeh lawan. Memang kita kemarin menang 5-1 atas Malaysia di SUGBK, tapi itu kemarin, dan hari ini bukanlah kemarin. Malaysia, jujur saja, sudah memperbaiki diri dan mewaspadai permainan Indonesia. Bisa dilihat dari pemain sayap Indonesia yang tidak diberikan celah sama sekali. Okto Maniani, yang biasa bisa menggoyang pertahanan lawan, tapi terlihat seperti kebingungan. Dan Muhammad Ridwan, permainannya tidak seperti ketika melawan Laos.
Iya memang lebih gampang melihat daripada merasakan langsung. Permainan kita diatas mereka, skill-skill pemain kita diatas mereka, hanya emosi para pemain kita saja yang tidak bisa terbendung. Ketika emosi sudah meluap, konsentrasi akan pertandingan pun seakan buyar. Tackle-tackle bersih yang seharusnya dilakukan untuk merebut bola, malah digantikan dengan sepakan kearah kaki lawan. Malaysia telah berhasil mencari kelemahan kita, dan memanfaatkannya. Selama ini, emosi dan stamina adalah kelemahan kita. Ketika stamina sudah mulai diatasi, ternyata emosi yang tidak bisa diredam. Hasilnya adalah, kocar-kacirnya lini pertahanan Indonesia dengan hanya 1 orang, nomor 9 dari Malaysia.
Mungkin kemarin Garuda kita telah terbang tinggi, tapi dia bersantai sejenak di ranting pohon, membuat dia kehilangan mangsanya. Saatnya untuk terbang lagi Garuda-ku, terbang lebih tinggi lagi, karena langit, tidak mempunyai batasan.
